Saat ini ada
beberapa Statement yang mengatakan bahwa bermadzhab itu membuat perpecahan di
antara kaum muslimin.
* Apakah Statement ini benar?
* Kenapa kita bermadzhab?
* Haruskah kita bermadzhab?
Jawab:
Agama jika dikaitkan dengan Allah, disebut Ad - Din sebagaimana ayat Al Qur’an menyatakan: “Innaddina ‘indallahil Islam”
, Sesungguhnya Ad – Din di sisi Allah hanya Islam. Sedangkan jika agama dikaitkan dengan Nabi, maka
istilah yang dipakai dalam Al Qur’an adalah “Millah”.
Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an: “Dinnan Qiyyaman Millata Ibrahima
Hanifan”, Agama yang lurus disisi Allah adalah millahnya Nabi Ibrahim.
Apabila agama dikaitkan dengan ulama istilah yang
dipakai adalah Madzhab, artinya jalan. Madzhab Hanafi artinya
pemahaman agama menurut Qur’an dan Sunnah yang digali oleh Imam Hanafi Ra. Begitu juga
Madzhab Syafi’i adalah pemahaman agama yang digali oleh Imam Syafi’i Ra.
Sebagai orang awam kita tidak mampu menggali Al Qur’an dan Sunnah secara
langsung sebagaimana yang telah dilakukan oleh para Imam Mujtahid. Hal ini
karena keterbatasan ilmu alat yang kita miliki. Para ulama mengatakan untuk
menggali Hukum dari Al Qur’an dan Sunnah minimal harus menguasai 15 ilmu alat
seperti Nahwu, Sharaf, bayan, balaghah, asbabun nuzul, Asbabun Wurud,
dll, di samping hafal Al Qur’an 30 Juz dan menghafal hadits puluhan ribu. Jika
hal ini terpenuhi, barulah seseorang berhak dan cukup mumpuni untuk menggali
sendiri hukum dari Al Qur’an dan Sunnah tanpa bertaqlid kepada orang lain. Itu
pun tentunya mesti dibekali iman dan akhlak yang mulia pula.
Imam Hanafi Ra. Seorang alim besar yang hafal Qur’an dan sempat berguru
kepada 8 orang sahabat nabi, satu di antaranya Anas bin Malik Ra. Sementara
Imam Maliki dan Imam Syafi’i menghafal 600 ribu hadits, dan Imam Hambali
menghafal 1 juta hadits, di samping tentunya sudah hafal Al Qur’an sejak masa
kanak-kanak. Dari sini dapat difahami bahwa tentu saja semua fatwa mereka tidak
akan bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits yang mereka hafal. Adalah sangat mustahil
jika para ulama besar ini berfatwa menurut akal mereka semata-mata, dengan
mencampakkan ratusan ribu hadits yang mereka hafal selama ini. Sudah lah pasti
mereka berfatwa dan berhujjah dalam menegakkan hukum agama dengan memakai
hadits yang mereka hafal itu.
Sayangnya, akhir-akhir ini beredar fitnah terhadap para ulama madzhab.
Mereka yang mulia ini dituduh telah memuat fatwa-fatwa yang menentang
hadits-hadits rasul di dalam kitab-kitab karangan mereka. Sesungguhnya ini
adalah tuduhan keji dan tidak memiliki bukti sama sekali. Seluruh dunia tahu
betapa para imam madzhab adalah orang-orang yang sangat takut kepada Allah dan
sangat mencintai sunnah-sunnah Rasulullah SAW. yang banyak dijumpai justru
orang-orang anti madzhab kebanyakan terdiri dari orang-orang yang hatinya
keras, kasar, angkuh, selalu menganggap rendah orang lain, serta mau menang
sendiri.
Pentingnya
Taqlid
Sebagai orang awam yang tidak menguasai ilmu alat, maka kita mesti taqlid
kepada salah satu Imam yang ada. Allah pun memerintahkan dalam Al Qur’an: “Fas
alu ahladz dzikri in kuntum la ta’ lamun” artinya “Dan tanyalah
ahli ilmu, jika kamu tidak mengetahui” maksudnya ikutilah pendapat ahli
ilmu (ulama besar Madzhab) dan jangan sok tahu apalagi lancang menggali sendiri
Al Qur’an yang luasnya tidak cukup dijabarkan andai air laut menjadi tintanya
sekalipun.
Mengikuti madzhab tidaklah menyebabkan umat terpecah belah, karena
perbedaan antara madzhab hanya pada ranting-rantingnya saja, dan bukan pada
masalah pokok agama. Yang menyebabkan perpecahan selama ini adalah kelompok
orang yang tidak mau bermadzhab kepada salah satu Imam Mujtahid, padahal
kenyataannya terjebak dan bermadzhab kepada guru-guru mereka dalam kelompok
madzhab baru pula yaitu kelompok madzhab anti madzhab. Kelompok inilah yang
selama ini menimbulkan kerawanan karena sangat rajin menuduh golongan di luar
faham mereka sebagai kelompok yang sesat bahkan dicap sebagai calon penghuni
neraka semuanya. Na’udzubillah.
Bahaya
Talfiq
Talfiq adalah mencomot-comot dengan seenaknya sendiri pendapat-pendapat
Imam Madzhab yang empat karena ingin mencari yang termudah baginya. Hal ini
sangat berbahaya dan merusakkan sendi agama. Zaman sahabat Nabi dahulu,
para sahabat memang bertanya atau meminta fatwa kepada beberapa sahabat yang
alim kemudian mereka mengikuti pendapat atau fatwa tersebut. Terkadang mereka
bertemu dengan sahabat yang lain, kemudian meminta fatwa dari sahabat yang lain
itu. Setelah itu sahabat ini mengamalkan fatwa sahabat yang alim yang baru
ditanyanya ini. Tetapi, perlu dicatat bahwa sahabat senantiasa mengamalkan
fatwa yang terberat dari para sahabat yang alim. Sahabat yang awam bertaqlid
kepada mereka yang alim.
Menurut catatan hanya sekitar 124 orang sahabat Nabi yang
mampu berfatwa dari 124 ribu orang sahabat yang ada. Ini berarti lebih dari 123
ribu sahabat hanya bertaqlid kepada sahabat yang mujtahid. Ternyata hanya
seperseribu sahabat saja yang mau dan mampu berfatwa.
Ilustrasi kacau dan bahayanya talfiq sebagai berikut:
Ada di sebuah desa seratus pemuda yang pergi ke Masjid untuk shalat dzuhur
berjamaah dengan hanya memakai cawat saja, tanpa pakai yang lain. (ini adalah
pendapat yang paling ringan dalam madzhab Hanafi dalam menutup aurat bagi
pria). Seratus pemuda bercawat ini ramai-ramai berjalan ke Masjid sementara
tangan kanan mereka menggandeng pacar wanita mereka masing-masing tanpa alas
tangan (ini adalah fatwa paling ringan dalam madzhab Maliki, tidak batal wudhu’
bersentuhan dengan wanita yang bukan mahramnya). Hebatnya di tangan kiri mereka
masing-masing menggiring seekor anjing pula sambil dibawa berjalan menuju
masjid (dalam madzhab Maliki anjing tidak najis). Sejurus kemudian parkirlah
100 ekor anjing di depan Masjid tersebut, lalu seratus orang pria bercawat tadi
di dalam masjid shalat berjemaah dengan 100 orang wanita, pacar mereka itu.
Nah,
bagaimanakah perasaan umat Islam melihat hal ini……?
Rusak
bukan……..?
Dari uraian ini jelaslah bagi kita betapa pentingnya mengikuti fatwa-fatwa
Imam Mujtahid yang telah tertulis rapi bab demi bab, pasal demi pasal, dan
disokong oleh dalil-dalil naqli dan aqli yang sangat bernas dan bermutu. Ibarat
makanan sudah rapi terhidang di atas meja, tinggal menyantapnya saja tanpa
harus susah payah mencari dan memasak makanan baru yang belum tentu baik.
Salah-salah karena tidak ahli makanan beracunlah yang akan kita olah sebagai
gantinya akibat ketidak tahuan kita akan ilmu makanan.
Sepanjang sejarah terbentang 4 madzhab yang ada telah jelas berjasa
membimbing umat sedunia ke dalam kejayaan Islam. Sementara kelompok anti
madzhab terbukti selama ini selalu menimbulkan percekcokan dimanapun mereka
berada. Ada hal yang terlupakan selama ini bahwa perbedaan pendapat
adalah rahmat. Meskipun tidak otomatis itu berarti bahwa
persatuan adalah laknat, sebagai mana yang sering dilansir selama
ini untuk menggusur madzhab yang ada.
Semoga Bermanfaat... :)
3 comments:
siap ustadz lalan....
jalan jalan di lingkar zaman ya...
http://www.lingkarzaman.com/2017/11/ahlu-sunah-wal-jamaah-gundulmu.html
istimewa tulisannya...
nitip sandal ah..
http://www.lingkarzaman.com/2017/11/ahlu-sunah-wal-jamaah-gundulmu.html
Siap... :)
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Komentar, jangan ada spam, sara, dan pornografi. saya menghormati komentar selain itu..........:)