October 24, 2017

MEMAKNAI HARI SANTRI NASIONAL

Share on :

Hari santri nasional (HSN) yang ditetapkan pemerintah Indonesia 3 tahun lalu, tepatnya pada tahun 2015 oleh presiden ke-6 Indonesia, Ir. Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah NO 22 Th 2015, tentang penetapan hari santri memberikan semangat dan pengaruh yang luar biasa di dunia kepesantrenan di Indonesia, baik itu untuk pesantren ataupun untuk santri. 




Pertama bagi pesantren dengan adanya HSN membuat syiar dunia pesantren menjadi lebih viral dan booming lagi di wilayah nusantara, di tengah modernitas ala barat yang mengesankan pesantren adalah pola pendidikan tradisonalis yang jumud dan sulit mengikuti perkembangan zaman, toh pada waktunya sejarah yang akan membuktikan kalau pesantren akan terus eksis mengawal kemajuan indonesia. Pola Pendidikan modern yang mengutamakan saint dan rasionalitas yang sudah dirasa selama dua abad terakhir ini, ternyata memberikan dampak yang kurang baik bagi kemunusiaan dan alam, pertama pola pendidikan modern menjadikan Pola Kemanusiaan Umum (PKU) yang sudah berabad-abad berjalan dimasyarakat tercerabut dari akarnya karena pendidikan modern mengarahkan manusia untuk cenderung individualis dan kurang mementingkan kehidupan social, sehingga rasa toleransi, keramahan-tamahan dan tolong menolong yang sudah mengakar kuat di masyrakat menjadi perlahan-lahan tergerus arus modernitas.
Kedua pola pendidikan modernis membuat sistem kapitalis sulit dihindarkan, banyak sekolah yang berorientasi pada pemenuhan-pemenuhan tenaga kerja yang mengabdi pada system kapitalis dan berorientsi pada eksploitasi alam yang sangat mengkhawatirkan dan membahayakan kehidupan umat manusia kedepan.

Melihat itu semua, benar rasanya kalo pesantren adalah pendidikan yang sesuai dengan fitrah manusia dan alam, karena orientasi pendidikan pesantren adalah ahlak dan kharakter, bukan pada pemenuhan  materi. Dengan kharakter yang unggul lulusan pesantren akan mampu menjawab tantangan zaman baik segi ekonomi, sosial, politik dan budaya berdasarkan akhlak dan keimanan kepada tuhan yang maha esa. Oleh karena itu slogan “ayo mondok” adalah sebuah upaya untuk memviralkan kembali dunia pesantren yang sudah terbukti mampu bertahan untuk menghadapi tantangan kemaujan zaman, mari budayakan sistem pendidikan pesantren, yang itu memang system pendidikan asli Indonesia yang diungkapkan oleh bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro.

Menurut Prof Nurcholis Madjid (Caknur) seandainya negeri kita, nusantara ini tidak dijajah oleh kolonialisme Belanda, mungkin system pendidikan Indonesia akan mengikuti jalur-jalur (kurikulum) yang ditempuh oleh pesantren. Sehingga perguruan tinggi yang ada sekarang bukan berupa UI, ITB, IPB, Unair dll, akan tetapi mungkin namanya adalah Universitas Tebuireng, Universitas Lirboyo, Universitas Tremas dll, kemungkinan ini bisa ditarik setelah melihat dan membandingkan secara kasar dengan pertumbuhan sistem pendidikan di negeri barat, dimana hampir semua universitas terkenal cikal-bakalnya adalah perguruan-perguruan yang semula berorientasi pada keagamaan. Sebagai contoh adalah pesantren di Amerika Serikat yang didirikan oleh pendeta Harvard di dekat Boston, telah tumbuh menjadi sebuah universitas yang paling “prestigious” di Amerika dan di Dunia, pendeta Harvard membangun pesantren tidak konservatif ataupun kolot akan tetapi selalu melihat perkembangan zaman, bahkan kepemimpinan tidak diperoleh dengan meninggalkan sama sekali jiwa “kepesantrenanya” (dalam arti : fungsi pokok atau historis sebagai tempat pendidikan keagamaan), di sana masih terdapat bagian-bagian yang mengajarkan teologi, bahkan Harvard masih meneruskan peranan histiosrisnya sebagai penganut madzhab unitarianisme.

Dengan memperhatikan hal ini melalui momen HSN pesantren di Indonesia nantinya diharapkan akan berkembang menjadi pusat pendidikan didunia yang melahirkan intelektual-intelektual cerdas dan berakhlak unggul (insanul kamil).

Untuk para santri, HSN memberikan dampak positif bagi kehidupan bermasyarakat, karena dengan adanya HSN dari pemerintah ada pengakuan bahwa santri adalah kaum yang berkarakter unggul yang banyak berperan membangun masyarakat, hal ini bisa dibuktikan dengan meninjau bagaimana sejarah kemerdekaan Indonesia, khususnya pada pertempuran 10 November karena semngat resolusi jihad, para santri tanpa gentar mempertahankan kemerdekaan dari kolonialisme belanda. Bagi para santri HSN merupakan moment yang tepat untuk menunjukan kepada masyarakat nusantara bahwa santri mampu berperan untuk membangun masyarakat dan Negara.

Dibalik penetapan HSN, ada sebuah pertanyaan yang muncul, siapa sih sebenarnya santri itu…? dan untuk siapa sih HSN itu..? pada umunya masyarakat mengetahui bahwa yang dinamakan santri adalah orang yang pernah mondok atau yang sedang berada dipondok sekarang, akan tetapi pengertian tentang santri yang berkembang dimasyarakat menyempitkan makna santri itu sendiri, padahal yang dinamakan santri bukan hanya yang pernah mondok atau yang berada dipondok pesantren saja, melainkan juga yang rajin ibadah, menjunjung moralitas keagamaan dalam menjalankan berbagai aspek kehidupan, bisa diartikan santri adalah seseorang yang selalu berpegang teguh dan konsisten pada norma agama dalam setiap aktifitas kehidupanya.

Menurut KH Abdurahman wahid (Gusdur) kebaikan seorang santri tidak dilihat ketika ia berada dipondok, melainkan setelah ia menjadi alumni, kamu tinggal buktikan hari ini, bahwa kamu adalah santri yang baik. Dengan memahami perkataan gusdur bahwa santri yang baik itu tidak hanya ketika ia masih dalam proses pembelajaran di pesantren, akan tetapi bukti santri yang baik adalah ketika ia sudah terjun langsung di masyarakat dan mampu berkontribusi dan bermanfaat buat sesama.

Untuk lebih mengetahui makna santri, mari kita lihat pengertian santri menurut Prof Nurcholis Madjid (Cak Nur). Pertama santri itu berasal dari kata “Sastri”, sebuah kata dari bahasa sansekerta, yang artinya adalah melek huruf. Dengan ini dapat dikatakan bahwa santri adalah kaum literasi yang tidak lagi buta huruf, dahulu di era penjajah ketika banyak penduduk Indonesia yang belum bisa baca tulis, kebanyakan santri sudah melek huruf, artinya para santri sudah dapat membaca walaupun yang dibaca adalah teks berbahasa arab (kitab-kitab kuning yang erat kaitanya dengan agama islam). Karena pengetahuan yang luas tentang teks berbahasa arab ini maka kebanyakan santri adalah orang yang pandai dalam urusan agama islam, hal ini karena agama islam turun dengan menggunakan bahasa arab. Bisa dikatakan bahwa kaum santri adalah pakar dari penguasaan pola gramatika bahasa arab, karena dikurikulum pesantren pembelajaran nahwu-sorof (gramatikan bahasa arab) menjadi orientasi pembelajaran utama sebelum mereka mengembangkan pembelajaran syariah (Fiqh). Diera modern ini santri tidak hanya melek literasi dalam bahasa arab saja, akan tetapi penguasaan empat bahasa yaitu arab, inggris, jepang dan mandarin juga menjadi prioritas santri dalam mengembangkan aspek literasi untuk menjawab tantangan zaman. 

Akan tetapi perlahan-lahan karena kemajuan zaman, makna santri yang berasal dari bahasa sansekerta yang artinya melek huruf sudah tidak relefan dengan keadaan santri di zaman sekarang. Hal ini bisa dilihat dari berbagai alasan. Pertama kemampuan santri dalam penguasaan literasi bahasa bahasa arab sangat menurun, pengusaan santri akan ilmu nahwu dan sorof (gramatika arab) sangat lemah, hal ini menjadikan kebanyakan santri dizaman sekarang kesulitan dalam memahami kajian kitab kuning yang semuanya berbahasa arab, kecenderungan santri zaman sekarang hanya menggunakan terjemahan. Kelemahan pengusaan santri akan gramatika bahasa arab menjadi PR besar bagi pesantren di zaman sekarang, walaupun seorang santri sudah lama menetap dipondok, ada yang puluhan tahun akan tetapi banyak diantara mereka yang lemah gramatika bahasa arab dan pengusaan fiqih, artinya menurut penulis sebagai santri yang melek huruf, setikdanya seorang santri bisa membaca kitab kuning yang berbahasa arab dengan semangat dan belajar bersungguh-sungguh, bukan hanya bangga dengan status sebagai santri, saya ini Santri lo..! akan tetapi mereka lupa dengan makna santri yang sesungguhnya yaitu moralitas dan melek huruf (bahasa arab).

Kedua, sebenarnya kata santri berasal dari bahasa jawa yaitu “cantrik” yang artinya seseorang yang selalu mengikuti guru kemana guru itu pergi dan menetap, dengan tujuan dapat belajar darinya mengenai suatu keahlian. Hal ini bahwa seorang santri adalah seseorang yang selalu istiqomah dan sendiko dawuh terhadap apa yang dikatakan gurunya, seorang santri selalu sami’na wa atho’na terhadap apa yang diperintahkan seorang guru, ada semacam pantangan bagi seorang santri untuk mengatakan “tidak” apa yang diperintahkan gurunya. Pada hakekatnya seorang santri harus bermulazamah dan terus berlajar kepada gurunya walaupun jarak dan waktu sudah memisahkan mereka, itu artinya apa yang diperintahkan seorang guru harus ditaati santri dimanapun ia berada, hal inilah yang membedakan ciri santri yang baik dan tidak. Sebagai contoh Imam Abu Hanifah yang selalu bermulazamah kepada gurunya Syeick Hammad Bin Abu Sulaiman selama delapan belas tahun, beliau terus belajar kepadanya hingga Syeick Hammad Bin Abu Sulaiman wafat. Dengan adanya bermulazamah kepada guru itulah yang menyebabkan ikatan ruhani antara guru dan santri tumbuh, ikatan ruhaniyah inilah yang menyebabkan ilmu seorang santri menjadi manfaat dan berkah, karena pada hakekatnya keberkahan seorang guru bagi santri adalah nomer satu dan yang utama dibanding ilmunya itu.

Keberkahan ilmu bagi seorang santri bisa didapat dengan cara terus khidmah kepada guru, sedangkan keluasan ilmu bisa didapat dengan semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar, adagium innamal barokah bilkhidmah wal ilmu bitta’alum akan selalu menjadi pegangan seorang santri dalam menapaki kehidupan, akan tetapi bila dilihat di zaman sekarang rasa khidmah seorang santri kepada guru sudah mulai memudar, rasa hormat terhadap guru sudah mulai menurun. Semoga dengan moment HSN ini semangat santri untuk khidmah kepada guru, bangsa dan Negara semakin kuat demi kemajuan bersama. 

Penulis mengamati penetapan HSN ini menimbulkan pro kontra di masyarakat, banyak yang menentang dan akan tetapi lebih banyak pula yang setuju. walaupun saat ini hanya pesantren yang berafiliasi pada Nahdhotul Ulama (NU) yang merayakan euphoria hari santri, belum semua pesantren dibawah afiliasi organisasi lain merayakan bagaimana euphoria hari santri, akan tetapi penetapan hari santri akan memnjadi moment kebangkitan para santri untuk menunjukan kepada masyarakat umum bahwa santri adalah pejuang yang mampu memajukan indonesia, yang lama-kelamaan dengan HSN ini santri dari berbagai afiliasi tersebut akan menyatu lebur menjadi satu yaitu santri Indonesia yang menjadi kekutan baru bagi Indonesia. inilah makna dari HSN yang sesungguhnya, sesuai pesan yang disampaikan  presiden di balik penetapan HSN yaitu semangat menyatukan keberagaman, semangat menjadi satu untuk Indonesia.

Semarang, 22 OKtober 2017


Ditulis Oleh:
Ahmad Khalwani
(Ibnu Badri)
Staf  Pengajar di MTs Al Asror dan Madrasah Diniyah Salafiyah Al Asror



Artikel Terkait:

MUNGKIN BEBERAPA ARTIKEL DIBAWAH INI ADALAH INFORMASI YANG ANDA CARI:

0 comments:

Post a Comment

Silahkan Tinggalkan Komentar, jangan ada spam, sara, dan pornografi. saya menghormati komentar selain itu..........:)