Seorang mahasiswa perguruan tinggi di Surabaya
mempertanyakan, apakah bila kita memakai celana harus di atas mata kaki atau
harus ditinggikan di bawah lutut?
Pertanyaan ini disampikannya terkait anjuran
sekelompok umat Muslim di Indonesia bagi kaum laki-laki untuk memakai celana
yang tinggi, hampir di bawah lutut. Kelompok ini sudah berkembang di
kampus-kampus.
Sepanjang yang kami ketahui, praktik memakai celana di
atas mata kaki, ini merujuk pada suatu hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dari Abu Hurairah. Bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَا
أسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإزَارِ فَفِيْ النَّارِ
Artinya: “Sarung (celana) yang di bawah mata kaki akan
ditempatkan di neraka”.
Dari hadits tersebut para ulama berpendapat bahwa
sunnah memakai pakaian tidak melebihi kedua mata kaki. Sebagian ulama bahkan
mengharamkan mengenakan pakaian sampai di bawah mata kaki jika dimaksudkan lil
khuyala’ atau karena faktor
kesombongan. Hal ini juga didasarkan pada hadits lain riwayat Al-Bukhari dari
Ibnu Umar.
Rasulullah SAW bersabda:
لاَ
يَنْظُرُ اللهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ
Artinya: “Allah tidak melihat orang
yang merendahkan pakaiannya dengan penuh kesombongan”.
Tentunya ini sesuai dengan konteks saat itu, bahwa
merendahkan pakaian atau memakai pakaian di bawah lutut di daerah Arab waktu
itu adalah identik dengan ria dan kesombongan.
Nah, secara fiqhiyah,
atau menurut para ulama fikih, hadits ini difahami bahwa kain celana atau
sarung di atas mata kaki dimaksudkan supaya terbebas dari kotoran atau najis.
Artinya masalikul illat atau ihwal
disunnahkan mengangkat celana adalah untuk menghindari najis yang mungkin ada
di tanah atau jalanan yang kita lewati.
Berdasarkan ketentuan fikih ini, menurut kami, kita
dipersilakan memakai pakaian sebatas mata kaki, tidak harus di atasnya, selama
kita bisa memastikan akan bisa menjaga celana kita dari kotoran dan najis,
misalnya dengan memakai sepatu atau sandal atau mengangkat atau menekuk celana
kita pada saat jalanan hujan atau basah.
Perlu direnungkan bahwa berpakaian adalah bagian dari
budaya. Dalam Islam kita mengenal istilah tahzin
atau etika dalam berpenampilan yang selaras sesuai dengan adat lingkungan
setempat. Kita dipersilakan mengikuti tren pakaian masa kini asal tetap
mengikuti ketentuan yang wajib yakni untuk laki-laki harus menutupi bagian
tubuh dari mulai pusar hingga lutut.
KH Arwanie Faishal
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU
0 comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Komentar, jangan ada spam, sara, dan pornografi. saya menghormati komentar selain itu..........:)