Hukum
Dropship – Setelah mengenal apa itu bisnis dropshipping dan bagaimana tips dan
trick dalam menjalankan bisnis tersebut di artikel sebelumnya (Klik di sini jika belum baca), sebagai seorang muslim, tentu kita harus memberikan perhatian
terhadap segala aktivitas kita dalam mengais rizki, termasuk jika ingin
memutuskan terjun ke dunia bisnis dropshipping ini. Saya sendiri sekarang mulai
fokus dalam mengembangkan bisnis ini karena melihat potensinya yang sangat besar
dengan risiko yang minim.
Sebelum
saya terjun ke bisnis ini, jujur saya sempat ragu dengan kehalalan bisnis
dengan sistem dropship, karena memang sering kita mendengar istilah larangan
menjual barang yang belum kita miliki, anda juga pernah mendengar tentang hal
itu kan? Setelah mencoba berdiskusi dengan salah satu ustadz, akhirnya saya
mantap terjun di bisnis ini. Lalu sebenarnya bagaimana hukum berbisnis dengan
sistem dropship ini jika ditinjau dari sisi syariat islam? Dalam artikel kali
ini, saya ingin mencoba menuliskan bagaimana ulama menilai sistem bisnis dropship
ini.
Hal
mendasar yang harus dipahami adalah bahwasanya dalam aqad jual beli, tidak ada larangan
sama sekali seseorang menjual barang milik orang lain asal mendapatkan izin
dari pemiliknya, dan juga tidak ada syarat bahwa penjual harus memiliki barang
terlebih dahulu untuk bisa menjualnya, sebaliknya seseorang diperbolehkan untuk
menjual barang yang di sifati (spesifikasi) yang barang tersebut belum
dimilikinya. Dalam bisnis dropship ini, bisa disiasati dengan mengikuti cara
atau aqad simsaroh dan aqad salam
(salaf). Mari kita bahas masing-masing aqad tersebut agar lebih jelas.
1.
Aqad Simsaroh
(Makelar)
Aqad simsaroh adalah aqad dimana seseorang
menjual barang milik orang lain dengan kesepakatan tertentu sehingga seseorang
tersebut mendapatkan fee atas apa yang berhasil dia jual atau dalam istilah
sehari-hari disebut dengan makelar. Aqad seperti ini jelas disepakati
ke-halal-annya oleh para ulama.
Jika yang boleh menjual barang hanya orang
yang memilikinya, lalu bagaimana dengan penjaga toko yang menjual barang-barang
yang notabene bukan miliknya alias milik yang punya toko? Bukankah si penjaga
toko tersebut hanyalah seorang pegawai, bukan pemilik barang yang ada di dalam
toko? Bahkan lebih jauh lagi, belum tentu barang yang ada di toko itu juga milik
pemilik toko, bisa jadi barangnya milik orang lain yang dititipkan di toko
tersebut, jika laku maka hasil penjualan disetorkan, jika tidak laku maka
barang dikembalikan, bisa dipahami ya maksudnya? Sip.
Lalau,
apa maksud dari hadist ini:
لاَ
تَبِعْ مَالَيْسَ عِنْدَكَ.
“Janganlah kalian menjual barang yang tidak
kalian miliki” (HR. Tirmizy, Ahmad, An-Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud).
Para ulama memahami hadist ini adalah dalam
hal larangan untuk menjual brang yang tidak kita miliki, dalam arti barang
tersebut memang tidak bisa kita adakan atau hadirkan. Sebagai contoh seseorang
menjual burung yang masih terbang bebas di angkasa, hal tersebut diharamkan
karena tidak ada jaminan bahwa burung tersebut bisa kita hadirkan untuk dijual.
Selain itu, ulama juga memahami hadist tersebut sebagai larangan seseorang
untuk menjual barang tanpa seizin pemiliknya, ya jelas tidak boleh alias haram
karena sama saja dengan mencuri. Jelas ya?
Kesimpulannya adalah, tidak ada larangan
untuk menjual barang milik orang lain asal dengan seizin dari pemilik barang,
jadi untuk anda yang hendak terjun di bisnis dropshipping ini, harus meminta
izin terlebih dahulu kepada supplier atau pemilik barang, tidak boleh langsung
asal comot gambar dan menjualnya. Fix ya…
2.
Aqad salam (Salaf)
Aqad yang kedua adalah aqad salam atau juga
biasa disebut aqad salaf, aqad salam ini merupakan kebalikan dari aqad hutang
atau kredit. Jika saat kita membeli motor misalnya, kita bisa membawa pulang
motor padahal uangnya belum kita bayar semua (cicilan), maka dalam aqad salam
justru uangnya yang kita setorkan semua terlebih dahulu, sementara barangnya
baru dikirim kemudian. Aqad semacam ini disepakati juga ke-halal-annya. Aqad semacam
ini juga sebenarnya sering kita praktikkan setiap hari, contohnya ketika kita
membeli tiket kereta untuk mudik, bisanya kita membeli jauh hari sebelum
keberangkatan, artinya kita bayarkan dulu uangnya sementara tiketnya baru kita
nikmati satu minggu setelahnya (misalnya). Contoh lain ketika ada seseorang
yang mendaftar haji atau umroh, mereka harus melunasi biaya keberangkatan
seminggu seblumnya, padahal berangkatnya baru satu minggu lagi, dan masih
banyak contoh aqad ini dalam kehidupan sehari-hari kita, baru nyadar kan kalau
kita sering melakukan aqad ini? :D
Dalam sistem dropshipping juga berlaku hal
tersebut, dimana pembeli membayar sejumlah uang kepada kita sebagai
dropshipper, lalu kita bayarkan uangnya ke supplier sementara supplier baru
kirim barangnya semisal dua hari setelahnya. Tentu sekali lagi dengan catatan
kita sudah mendapat izin dari supplier untuk menjualkan barangnya. Jadi tambah
jelas kan atas hokum dropshipping ini?.
Aqad salam dalam hukum mu’amalah fiqh
disepakati oleh para ulama melalui hujjah hadist-hadist berikut ini:
عَنِ
اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَدِمَ اَلنَّبِيُّ ص
اَلْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي اَلثِّمَارِ اَلسَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ
فَقَالَ: مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ
مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ - مُتَّفَقٌ عَلَيْه.
“Ibnu
Abbas RA berkata bahwa ketika Nabi SAW baru tiba di Madinah, orang-orang
madinah biasa menjual buah kurma dengan cara salaf satu tahun dan dua tahun. Maka Nabi SAW
bersabda,"Siapa menjual buah kurma dengan cara salaf, maka lakukanlah
salaf itu dengan timbangan yang tertentu, berat tertentu dan sampai pada masa
yang tertentu”. (HR. Bukhari dan Muslim).
وَعَنْ
عَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، وَعَبْدِ اَللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى رَضِيَ
اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالا: كُنَّا نُصِيبُ اَلْمَغَانِمَ مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَِسَلَّمَ وَكَانَ يَأْتِينَا أَنْبَاطٌ مِنْ أَنْبَاطِ
اَلشَّامِ فَنُسْلِفُهُمْ فِي اَلْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ وَالزَّبِيبِ وَفِي
رِوَايَةٍ: وَالزَّيْتِ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى قِيلَ: أَكَانَ لَهُمْ زَرْعٌ؟
قَالا: مَا كُنَّا نَسْأَلُهُمْ عَنْ ذَلِكَ - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Abdurrahman bin Abza dan Abdullah bin Auf
RA keduanya mengatakan,"Kami biasa mendapat ghanimah bersama Rasulullah
SAW. Datang orang-orang dari negeri syam. Lalu kami melakukan akad salaf kepada
mereka untuk dibayar gandum atau sya’ir atau kismis dan minyak sampai kepada
masa yang telah tertentu. Ketika ditanyakan kepada kami,"Apakah mereka itu
mempunyai tanaman?”. Jawab kedua sahabat ini,"Tidak kami tanyakan kepada
mereka tentang itu”. (HR Bukhari dan Muslim).
قَالَ
اِبْنُ عَبَّاسٍ : أَشْهَدُ أَن َّ السَّلَفَ الْمَضْمُوْنَ إِلَى أَجَلٍ
مُسَمًّى قَدْ أَحَلَّ
اللهُ فِيْ
كِتَابِهِ وَأَذِنَ فِيْهِ ثُمَّ
قَرَأَ هَذِهِ
الآيَةَ (أَخْرَجَهُ الشَّافِعِيُّ فِيْ مُسْنَدِهِ.(
Ibnu Al-Abbas berkata, Aku bersaksi bahwa
akad salaf (salam) yang ditanggung hingga waktu yang ditentukan telah
dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya dan Dia telah mengizinkannya. Kemudian beliau
membaca ayat ini. (HR Asy-Syafi'i dalam musnadnya).
Dari 2 tinjauan aqad mu’amalah tersebut,
maka kesimpulannya adalah bahwa bisnis dengan sistem dropship ini adalah halal
(insyaAllah), dengan catatan harus mendapat izin dari supplier atau pemilik
barang, jadi untuk anda yang ingin terjun di bisnis ini segera lah cari
supplier dan mintalah ijinnya untuk ikut menjadi bagian dari penjual
barang-barnag yang dimiliki supplier tersebut dengan sistem dropship tanpa
harus stock barang. Semoga bisnis yang kita jalani dengan niat menjemput
rizkiNya dalam rangka sebagai bekal menjalani kehidupan dunia dan bekal dalam
beribdah kepadaNya senantiasa mendapatkan ridho dan berkah dari sang maha kaya ,
Allah Subhanah. Semoga bermanfaat.
*Sumber:
Rumah Fiqh
0 comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Komentar, jangan ada spam, sara, dan pornografi. saya menghormati komentar selain itu..........:)