November 30, 2017

KELAHIRAN NABI MUHAMMAD DAN PERTUMBUHANNYA

Share on :

Kajian 3
Oleh Ibnu Badri (22/11/2017)

Pada kajian kali ini, penulis akan membahas tentang kelahiran orang yang paling mulia di dunia dan akhirat, yaitu nabi Muhammad SAW dan pertumbuhanya sesuai yang termaktub dalam kitab Irsyadul Mukminin karangan KH Hasyim As’ari.
KH Hasyim As’ari memulai pembahasan kitabnya dengan menerangkan bahwasanya nabi Muhammad SAW lahir dari kedua orang tuanya yang faqir, yaitu Abdullah dan Aminah, bapaknya wafat menjelang dua bulan kelahirannya, hal inilah menurut sepakat riwayat.
Para ulama sepakat bahwasanya nabi Muhammad lahir pada hari senin, bulan robiul awal tahun gajah, akan tetapi mereka berselisih dalam tanggal kelahiranya, ada yang mengatakan tanggal dua, tanggal delapan, tanggal sepuluh, dan tanggal dua belas. Menurutnya keempat pendapat tersebut adalah yang masyhur menurut para ulama’.
Kemudian KH Hasyim Asyari mengutip pendapat Hakim Abu Ahmad, yang menyatakan bahwasanya nabi Muhammad lahir pada hari senin, diangkat menjadi nabi pada hari senin, hijrah meninggalkan kota mekah pada hari senin, dan memasuki kota madinah pada hari senin, 12 robiul awal, meninggal pada waktu dhuha, hari senin tanggal 12 robiul awal, tahun 11 H, dan berusia 63 tahun.


KH Hasyim As’ari juga menyebutkan riwayat lain mengenai pendapat yang menyatakan bahwasanya bapaknya meninggal ketika beliau dalam kandungan ibunya, bapaknya Abdullah meninggal di kota suci madinah di samping pamannya, bani nujjar. Kemudian dimakamkan di tanah abwa’. Ketika nabi berusia 6 tahun, ibunya meninggal dan dimakamkan di abwa’ juga. Kota abwa’ adalah suatu tempat yang berada diantara kota mekah dan madinah.kemudian beliau diasuh oleh kakeknya, abdul mutolib sampai usianya delapan tahun, kemudian sepeninggal kakeknya, pamannyalah yang mengasuhnya. Pada usia 40 tahun nabi diangkat menjadi rosul dan menempati kota mekah selama 13 tahun, kemudian hijrah ke madinah dan tinggal selama 10 tahun, sampai beliau meninggal.
Menurut Prof Qurais Shihab bahwasanya kelahiran nabi itu pada senin malam menjelang fajar, Aminah hanya ditemani jariyahnya saja yaitu Barokah Ummu Aiman, ada juga riwayat yang kelahiran aminah dibantu oleh seorang bidan yang bernama As-Syafa. Kemudian pada hari ketujuh dari kelahirannya, kakeknya, Abdul Mutholib menyebelih beberapa ekor binatang dan menjamu kerabatnya, ketika itu ia ditanya mengapa putra Abdullah itu dinamai dengan nama Muhammad, sangat berbeda dengan nama leluhurnya, kemudian beliau menjawab aku mengharap dia terpuji berkali-kali dilangit dan dibumi. Hal ini berbeda dengan Mahmud atau hamid yang artinya terpuji walau hanya sekali.
Berkaitan dengan pemberian nama, Imam Abdurahim Bin Qodhi menuturkan bahwasanya nabi Muhammad dialam malakut biasa dipanggil dengan sebutan ahmad, karena nama ahmad mengindikasikangerakan dalam sholat احمد bediri seperti alif, rukuk seperti ha’. Sujud seperti mim dan dal, duduk tasyahud seperti huruf dal. Beliau juga menuturkan bahwasanya allah akan menciptakan mahluk seperti tulisan Muhammad محمد mim menunjukan kepala, ha’ menunjukan badan, mim menunjukan perut, dal menunjukan dua kaki, agar lebih jelas tulisan lafal muhamad yang horizontal ditulis dengan posisi vertikal, maka akan sangat terlihat jelas bahwa bentuk manusia seperti lafal Muhammad.
Menurut Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitabnya Nurul Dholam bahwasanya menurut pandangan ahlus sunah waljamah, nasab nabi Muhammad di jalur bapak cukup disebutkan sampai Adnan saja, dan nasab nabi Muhammad dari jalur ibu cukup disebutkan sampai Kilab saja. Hal ini karena nasab setelah itu masih terjadi khilaf diantara juru badhe (ahli pernasaban) tentang nasab nabi Muhammad setelah adnan dan kilab.
Prof. Said Romandhon Al-Buti mengingatkan kepada kita bahwa diantara konsekuensi mencintai Rasulullah Saw ialah mencintai kaum dan kabilah di mana Rasulullah saw lahir, bukan dari sedi individu dan jenis, tetapi dari segi hakekat semata. Ini karena hakekat Arab Quraisy telah mendapatkan kehormatan dengan bernasabkan Rasulullah saw kepada kabilah tersebut. Hal ini tidaklah bertentangan dengan adanya orang-orang Arab atau Quraisy yang menyimpang dari jalan Allah, dan merosot tingkat kehormatanIslamnya. Karena penyimpangan atau kemerosotan ini secara otomatis akan memutuskan dan menghapuskan kaitan nisbat antara mereka dan Rasulullah saw.
Bukan suatu kebetulan jika Rasulullah saw dilahirkan dalam keadaan yatim, kemudian tidak lama kehilangan kakeknya juga, sehingga pertumbuhan pertama kehidupannya jauh dari asuhan bapak dan tidak mendapat kasih sayang dari ibunya. Allah telah memilihkan pertumbuhan ini untuk Nabi-Nya karena beberapa hikmah. Diantaranya agar musuh Islam tidak mendapatkan jalan untuk memasukkan keraguan ke dalam hati, atau menuduh bahwa Muhammad saw telah mereguk pengetahuan dakwah dan risalah semenjak kecilnya, dengan bimbingan dan arahan bapak dan kakeknya. Sebab kakek Abdul Muththalib adalah seorang tokoh di antara kaumnya. Kepadanyalah tanggung jawab memberikan jamuan makan dan minum para hujjaj diserahkan. Adalah wajar bila seorang kakek atau bapak membimbing danmengarahkan cucu atau anaknya kepada warisan yang dimilikinya.Allah telah menghendaki agar musuh-musuh Islam tidak menemukan jalan kepada keraguan seperti itu, sehingga Rasul-Nya tumbuh dan berkembang jauh dari tarbiyah (asuhan) bapak, ibu, dan kakeknya. Bahkan masa kanak-kanaknya yang pertama, sesuai dengan kehendak Allah swt, harus dijalani di pedalaman Bani Sa’d jauh dari seluruh keluarganya. Ketika kakeknya meninggal, ia berpindah kepada asuhan pamannya, Abu Thalib, yang hidup sampai tiga tahun sebelum hijrah. Sampai akhir kehidupannya , pamannya tidak pernah menyatakan dirinya masuk Islam. Ini juga termasuk hikmah lain, agar tidak muncul tuduhan bahwa pamannya memiliki pengaruh di dalam dakwahnya.
Demikianlah Allah menghendaki agar Rasulullah saw tumbuh sebagai yatim, dipelihara oleh inayah Allah semata, jauh dari tangan-tangan yang memanjakannya, dan harta yang akan membuatnya hidup dalam kemegahan, agar jiwanya tidak cenderung kepada kemewahan dan kedudukan. Bahkan agar tidak terpengaruh oleh arti kepemimpinan dan ketokohan yangmengintainya, sehingga orang-orang akan mencampur-adukkan kesucian nubuwah dengan kemegahan dunia, dan agar orang-orang tidak menuduhkan telah mendakwahkan nubuwwah demi mencapai kemegahan dunia.
Setelah menerangkan kelahiran nabi, KH Hasyim As’ari melanjutkan pembahasanya mengenai sifat kemuliaan nabi Muhammad, seraya berkata bahwasanya nabi muhammad adalah contoh teladan mengenai sifat iffah dan qonaah, uswatun hasanah mengenai kejujuran dan amanat, bahwasanya sejak kecil nabi Muhammad adalah pribadi yang mandiri dan suka bekerja, hal ini terbukti ketika beliau masih belia, beliau menggembala kambing dengan beberapa ongkos, kemudian ketika memasuki masa remaja, nabi bekerja kepada sayidah khotijah bin khuwalit untuk menjajakan barang daganganya, beliau menjalani pekerjaan ini amanat dan jujur, sesungguhnya telah diketahui bersama bahwasanya keberkahan dan keuntungan adalah hal yang mengikuti kejujuran dan niat yang bagus.
Ada hikmah kenapa sejak usia belia nabi muhammad suka bekerja dari mulai menggembala kambing sampai berdagang hal ini berkaitan dengan bentuk kehidupan yang diridhoi oleh Allah untuk para hambah-Nya yang shaleh di dunia. Sangatlah mudahbagi Allah mempersiapkan bagi Nabi saw, sejak awal kehidupannya segala sarana kehidupan dan kemewahan yang dapat mencukupinya sehingga tidak perlu lagi memeras keringat dan menggembalakan kambing. Tetapi hikmah Ilahi menghendaki agar kita mengetahui bahwa harta manusia yang terbaik adalah harta yang diperolehnya dari usaha sendiri, dari hasil bekerja serta memeras keringat dan imbalan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan saudaranya. Sebaliknya, harta yang terburuk ialah harta yang di dapatkan seseorang tanpa bersusah payah, atau tanpa imbalan kemanfaatan yang diberikan kepada masyarakat.
Kemudian ketika memasuki usia 25 tahun nabi Muhammad menikahi sayidah khodijah, yang merupakan tuanya dalam hal perdagangan. Perlu diketahui bahwasanya sayyidah khodijah adalah wanita pertama yang nikahinya, dan tiada pernah nabi menikah dengan yang lainya, ketika ia masih hidup. Ia adalah perempuan penolongdakwah nabi, perempuan yang berjuang bersama nabi dan rela mengorbangkan apapun itu termasuk dirinya sendiri dan hartanya, karena itulah jibril memerintahkannabi untuk menyampaikan salam khusus dari Allah untuk khodijah, ia meninngal 3 tahun sebelum hijrah kemadinah.
Sehubungan dengan pernikahan Rasulullah saw dengan Khadijah kesan yang pertama kali didapatkan dari pernikahan ini ialah, bahwa Rasulullah saw sama sekali tidak memperhatikan faktor kesenangan jasadiah. Seandainya Rasulullah sangat memperhatikan hal tersebut, sebagaimana pemuda seusianya, niscaya beliau memilih orang yang lebih muda, atau minimal orang yang tidak lebih tua darinya. Nampaknya Rasulullah saw menginginkan Khadijah karena kemuliaan akhlaknya di antara kerabat dan kaumnya, sampai ia pernah mendpatkan julukan ‘ Afifah Thairah (wanita suci) pada masa jahiliyah.
Menurut Prof Qurais Shihab motivasi rosulullah menikahi khadijah adalah karena wanita yang mulia lagi diidamkan banyak pria, yang mampu memilih siapa yang wajar untuk menjadi pendampingnya, dan ternyata pilihanya sangat tepat. Pilihanya itu bertemu dengan sosok lelaki yang meyakini kebahagiaan rumah tangga bukan ditentukan oleh banyak sedikitnya materi atau karena status dan kedudukan akan tetapi ditentukan kepribadian yang luhur dan asal usul yang bersih serta kematangan berpikir dan bertindak, itulah nabi Muhammad.
Akan tetapi yang patut disadari kecintaan nabi terhadap khadijah adalah anugerah dari allah. Hal ini sesuai dengan sabdanya “ sungguh aku telah dianugerahi oleh Allah cinta khadijah”.
Kemudian KH Hasyim As’ari menutup bab ini dengan menceritakan bagaimana kejujuran dan kecedasan nabi Muhammad seraya berucap ketika kaum Qurais terjadi persilisihan mengenai peletakan hajar aswad pada saat membangun ka’bah, hampir saja terjadi peperangan diantara qurais jikalau mereka tak menyetujui kebijaksanaan nabi. Akhirnya nabi memutuskan perkara ini dengan sangat cerdas yaitu dengan meletakan hajar aswad di selendang kainnya, kemudian meminta setiap suku untuk memegang kain tersebut dan mengangkatnya ke tempat yang akan diletakan hajar aswat tersebut. Dengan cara ini mereka para kaum qurais terhindar dari permusuhan dan pertengkaran.



Artikel Terkait:

MUNGKIN BEBERAPA ARTIKEL DIBAWAH INI ADALAH INFORMASI YANG ANDA CARI:

0 comments:

Post a Comment

Silahkan Tinggalkan Komentar, jangan ada spam, sara, dan pornografi. saya menghormati komentar selain itu..........:)